BAB I
PENDAHULUAN
A. Asal Mula Kawasan
Budaya Arab
Kawasan budaya Arab pertama kali ialah
wilayah yang meliputi Jazirah Arabia, ketika Islam datang dan menyebar ke
wilayah sekitarnya, maka terislamkanlah wilayah sekitar tersebut dan terarabkan
sebagai konsekuensi logis dari Islam yang dibawa oleh bangsa Arab. Dengan
demikian jadilah Mesir dan Afrika Utara berbudaya Arab, demikian pula Irak yang
dahulunya dalam pengaruh Persia
dan Syria yang berkebudayaan
Byzantium.[1]
Bila disebut kawasan kebudayaan Arab
maka paling tidak saat ini meliputi wilayah Timur Tengah, Bulan Sabit Subur,
Teluk Persia, dan Afrika Utara. Sebelum membicarakan panjang lebar tentang
wilayah tersebut haruslah diketaui terlebih dahulu apa yang disebut sebagai
kawasan kebudayaan Arab dengan ciri-ciri khas yang membedakan wilayah yang lain.[2]
Budaya merupakan daya
atau potensi dari cipta, karsa dan rasa manusia yang ada di kawasan tertentu.
Dengan demikian, maka budaya Arab ialah potensi yang ada pada manusia yang akan
mencipta dan berkehendak serta cara merasa yang didominasi nuansa Arab.
Ciri-cirinya antara lain ialah penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar
daam pergaulan hidup sehari-hari dan bahasa ilmiah sebagai bahasa ilmu
pengetahuan.
Walau demikian bahasa
ini akan dipengaruhi lokasi tempat tinggal yang berdiam warganya di suatu
tempat itu dalam jangka lama sehingga membedakan antara bahasa Arab Saudi
dengan Mesir atau Afrika Utara. Ciri yang lain ialah digunakannya bahasa Arab
itu oleh mayoritas kaum muslimin, memang bahasa kitab mereka adalah bahasa
Arab. Dalam hal ini mereka yang beragama selain Islam pun memakai bahasa Arab
bila mereka berdiam di kawasan berbahasa Arab, seperti orang-orang Aran Lebanon
yang beragama Kristen. Demikian pula kita yang berada di kawasan Nusantara,
berbudaya Melayu bukan berbudaya Arab walau orang-orang melayu beragama Islam.
Dari segi fisik, mereka
juga mempunyai ciri-ciri khusus. Orang-orang berasal dari kawasan kebudayaan
arab mempunyai postur tubuh tegap, besar, tinggi, berambut keriting dan
berhidung mancung. Kondisi geografis mereka juga membedakan dengan letak
wilayah yang lain yang mempunyai ciri khas tertentu dengan segala tumbuhan atau
binatang yang hidup di kawasan tersebut. Seperti lingkungan paang pasir yang
luas, sedikit curah hujan, banyak gunung berbatu dan kandungan mineral yang
hampir sama di wilayah tersebut, yang akhir-akhir ini banyak ditemukan cadangan
minyak bumi yang melimpah.
B. Proses Arabisasi
Kawasan berbudaya Arab
sebelumnya terdiri dari banyak budaya dan etnis Barbar di Afrika Utara, Persia
di Irak dan budaya Suryani di Syria. Pada saat tersebarnya Islam ke kawasan
tersebut maka di samping mereka menjadi Islam juga menjadi berbudaya Arab
karena Islam berbasis pada bahasa Arab sebagaimana terlihat dalam Al-Qur’an dan
Al-Hadits Nabi Muhammad Saw. Kawasan Syam yakni Syria, Palestina, Yordania,
sekarang ini menjadi Islam sejak masa Khulafaurrasyidin. Bahkan Irak yang
berbudaya Pada saat itu telah pula diislamkan, demikian juga Mesir, sedangkan
Afrika Utara diislamkan secara intensif di masa Daulah Bani Umayah, bahkan
Islam berhasil melangkah ke Spanyol, dan terarabkanlah budaya di sana.
Di kawasan berkebudayaan
Arab tersebut silih berganti berkuasa para raja, khalifah dan presiden di masa
modern ini. Mereka itu mayoritas pada saat sekarang ini beragama Islam dan
memakai bahasa Arab, serta masuk ke dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Mereka juga mayoritas menjadi negara pengekspor minyak, walau tidak semua
negara itu masuk ke dalam organisasi pengekspor minyak (OPEC/Organization of
Petroleum Eksporting Countries). Dalam abad ke dua puluh ini mereka juga
menghadapi problem yang hampir sama, yakni melepaskan diri dari dominasi
kekuasaan asing. Barat, dan menghadapi musuh bersama, yakni bercokolnya negara
Yahudi Israel.
C. Kawasan Budaya Arab Modern
Timur Tengah, menurut
Peretz adalah wilayah yang meliputi Turki, Iran, Israel, Lebanon, Irak,
Yordania, Syria, Mesir, dan kerajaan-kerajaan yang ada di kawasan Teluk Persia.[3]
Kawasan budaya Arab
terdiri dari Timur Tengah dan Afrika Utara, meliputi Maroko, Aljazair, Tunisia
dan Lybia. Walaupun Mesir terletak di Afrika Utara tetapi sejak dahulu negeri Lembah
Nil itu tidak mau dimasukkan ke wilayah Afrika Utara, karena mempunyai
perkembangan budaya dan peradabannya sendiri sejak zaman Fir’aun, jauh sebelum
permulaan abad Masehi.
BAB II
ASPEK-ASPEK
KEBUDAYAAN BANGSA ARAB
A. Asal Usul Bangsa Arab
Bangsa Arab
mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau rumpun bangsa
Caucasoid, dalam sub ras Mediteranean yang anggotanya meliputi wilayah sekitar
Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabia dan Irania.[4]
Bangsa Arab hidup
berpindah-pindah, karena tanahnya terdiri dari gurun pasir yang kering dan
sangat sedikit sekali turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke
tempat yang lain itu mengikuti tumbuhnya stepa atau padang rumput yang tumbuh
secara sporadis di tanah Arab sekitar oasis atau genangan air setelah turun
hujan. Padang rumput diperlukan oleh bangsa Arab yang disebut juga bangsa Badawi,
Badawah, Badui, guna mengembalakan ternak mereka yang berupa domba dan unta
serta kuda, sebagai binatang unggulannya.
Mereka mendiami wilayah
jazirah Arabia yang dahulu merupakan sambungan dari wilayah gurun yang
membentang dari Barat, Sahara di Afrika hingga ke Timur melintasi Asia, Iran
Tengah dan Gurun Gobi di Cina. Wilayah itu sangat kering dan panas karena uap
air laut yang ada di sekitarnya (Laut Merah, Lautan Hindia dan Laut Arab) tidak
memenuhi kebutuhan untuk mendinginkan daratan luas yang berbatu itu. Penduduk
Arab tinggal di kemah-kemah dan hidup berburu untuk mencari nafkah, bukan
bertani dan berdagang yang tidak diyakini sebagai kehormatan bagi mereka,
memang negeri itu susah untuk ditanami.[5]
Bangsa Arab terdiri dari berbagai suku bangsa
yang tersebar di seluruh Jazirah Arabia. Mereka kebanyakan mendiami wilayah
pinggiran Jazirah, dan sedikit yang tinggal di pedalaman. Pada masa dahulu tanah Arab itu dapat dibagi menjadi tiga bagian.
1.
Arab Petrix atau Petraea, yakni wilayah yang terletak di
sebelah Barat Daya Gurun Syria, dengan Petra sebagai pusatnya.
2.
Arab Diserta atau Gurun Syria, yang kemudian dipakai untuk
menyebut seluruh Jazirah Arab karena tanahnya tidak subur.
3.
Arab Felix, wilayah hijau (Green Land) atau wilayah
yang berbahagia (Happy Land), yakni wilayah Yaman yang memiliki
kebudayaan maju dengan kerajaan Saba’ dan Ma’in.[6]
Bangsa Arab itu dibagi kepada dua, yakni
Qahtan dan Adnan. Qahtan semula berdiam di Yaman,
namun setelah hancurnya bendungan Ma’rib sekitar tahun 120 SM, mereka
berimigrasi ke Utara dan mendirikan kerajaan Hirah dan Gassan. Sedangkan Adnan
adalah keturunan Ismail Ibn Ibrahim yang banyak mendiami Arabia dan Hijaz.[7]
Bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan,
di antaranya ialah Saba’, Ma’in dan Qutban
serta Himyar, semuanya di Yaman. Di Utara Jazirah berdiri
kerajaan Hirah (Manadirah) dan Gassan (Gassasinah). Hijaz menunjukkan wilayah
yang tetap merdeka sejak dahulu karena miskin daerahnya, namun terdapat tempat
suci, yakni Mekkah yang di dalamnya berdiri Ka’bah sebagai pusat beribadah
sejak dahulu, di samping itu ada sumur Zamzam yang ada sejak Nabi Ismail. Di
kawasan itu juga terdapat Yasrib yang merupakan daerah subur sejak dahulu.
Mekkah selalu ramai
didatangi oleh para peziarah haji pada bulan-bulan haji. Sudah ada pengaturan
kekuasaan di Mekkah sejak dahulu. Suku Amaliqah adalah yang paling berkuasa di
sana sebelum lahirnya Ismail. Kemudian datang suku Jurhum ke Mekkah dan datang
menggeser kedudukan Amaliqah. Ketika Jurhum berkuasa itu lahirlah Ismail lalu
kawin dengan anggota suku tersebut. Cukup lama Jurhum menguasai Mekkah, yang
nantinya oleh suku Khuza’ah pada tahun 207 SM. Di bawah pimpinan Qusai. Ialah
yang mengatur urusan yang berkenaan dengan Ka’bah. Ia meninggal dunia tahun 480
M. dan diganti oleh kakaknya, Abdul Dar. Tetapi sepeninggal Abdul Dar terjadi
perselisihan antara cucu-cucu Qusai dan anak-anak saudaranya, Abdul Manaf.
Mengenai sipakah yang berhak mewarisi kekuasaan atas Mekkah.
Pertentangan itu
diselesaikan dengan membagi kekuasaan, yakni pengaturan air dan pajak atas
Mekkah diserahkan kepada Abdus Syam, penjagaan Ka’bah diserahkan kepada
cucu-cucu Abdul Dar. Sedangkan Abdus Syam menyerahkan lagi urusannya kepada
saudaranya yang bernama Hasyim. Tetapi anak Abdus Syam Umaiyah, berlaku sombong
memusuhi pamannya sendiri Hasyim. Urusan-urusan itu akhirnya dipegang oleh anak
Hasyim, Abdul Mutalib, kakek Nabi Muhammad Saw. Ia merupakan orang yang
terhormat, bijaksana, dalam memegang tampuk pemerintahan atas Mekkah sehingga
dapat bertahan sampai 59 tahun memerintah kota itu. Ia mempunyai banyak anak
dan diantaranya anak-anaknya itu ialah Abdullah, ayah Muhammad Saw.[8]
B. Agama Bangsa Arab.
Penduduk Arab menganut agama yang
bermacam-macam, antara lain yang terkenal adalah penyembahan terhadap berhala
atau paganisme. Menurut Syalabi penyembahan berhala itu pada mulanya
ialah ketika orang-orang Arab pergi keluar kota Mekkah mereka selalu membawa batu yang
diambil dari sekitar Ka’bah. Mereka mensucikan batu
itu dan menyembahnya di mana mereka berada. Lama-lama dibuatlah patung yang
disembah dan mereka berkeliling mengitarinya (tawaf) dan di saat-saat
tertentu mereka masih mengunjungi Ka’bah. Kemudian mereka memindahkan
patung-patung mereka di sekitar Ka’bah yang jumlahnya mencapai 360 buah. Di
samping itu ada patung-patung besar yang yang ada di luar Mekah. Yang terkenal
ialah Manah/Manata di dekat Yasrib atau Madinah, al-Latta di
Taif, menurut riwayat yang tersebut terakhir adalah yang tertua, dan al-Uzza
di Hijaz. Hubal ialah patung yang terbesar yang terbuat dari batu akik
yang berbentuk manusia yang diletakkan dalam Ka’bah. Mereka percaya bahwa
menyembah berhala-berhala itu bukan menyembah kepada wujud berhala itu tertapi
hal tersebut dimaksudkan sebagai perantara untuk menyembah Tuhan. Sebagaimana
diterangkan dalam Al-Qur’an:
$tB öNèdßç6÷ètR wÎ) !$tRqç/Ìhs)ãÏ9 n<Î)
«!$# #s"ø9ã
Artinya: Kami tidak
menyembah kepada mereka, tetapi hanya agar mereka mendekatkan diri kepada Tuhan
sedekat-dekatnya” (Az-Zumar : 3)
Namun demikian, di kalangan bangsa Arab masih
ada yang tidak suka menyembah berhala, di antara mereka ialah Waraqah ibn
Naufal dan Usman bin Huwairis yang menganut agama Masehi. Abdullah ibn Jahsu
yang ragu-ragu, ketika Islam datang ia menganutnya tetapi kemudian ia menganut
agama Masehi. Zaid bin Umar tidak tertarik kepada agama masehi, tetapi juga
enggan menyembah berhala sehingga ia mendirikan agama sendiri dengan menjauhi
berhala dan tidak mau memakan bangkai dan darah. Umaiyah ibn Abi as-Salt dan
Quss ibn Sa’idah al-Iyadi juga berbuat demikian.
Agama Masehi dipeluk
oleh penduduk Yaman, Najran dan Syam. Sedangkan agama Yahudi dipeluk oleh
penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Yasrib yang besar jumlahnya. Di samping
itu ada pula yang memeluk agama Majusi (mazdaisme), agama orang-orang Persia.
Para penganut agama Masehi itu saling berselisih satu sama lain, seperti
tentang kesucian Maryam apakah ia lebih utama dari anaknya, Isa Al-Masih atau
anaknya lebih utama dari ibunya. Mereka terpecah-pecah menjadi banyak sekte.
Terhadap perselisihan itu kaum Yahudi tidak melerainya, bahkan mereka tidak
menyukai kaum Masehi itu karena mereka telah mengusirnya dari negeri Palestina.
Tetapi hubungan kaum Yahudi dengan bangsa Arab yang menyembah berhala itu
justru menunjukkan kebaikan. Orang-orang Arab tidak mau mengikuti agama-agama yang
saling berselisih itu, cukuplah puas mereka dengan paganisme yang
dianutnya.
Demikianlah keadaan
bangsa Arab menjelang lahirnya Muhammad Saw yang membawa Islam di tengah-tengah
mereka yang paganisme itu. masa itu bisanya disebut dengan zaman
jahiliyah. Masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal yang
terakhir seperti ekonomi bperdagangan dan sastra. Dalam dua hal terakhir itu
bangsa Arab telah mencapai perkembangan yang pesat. Mekkah bukan saja merupakan
pusat perdagangan lokal akan tetapi ia adalah jalur perdagangan dunia yang
penting saat itu, yang menghubungkan antara utara Syam, dan selatan Yaman,
antara timur Persia, dan barat Abesinia dan Mesir. Keberhasilan Mekkah menjadi
pusat perdagangan internasional itu adalah karena kejelian Hasyim sekitar abad
keenam masehi dalam mengisi kekosongan peranan bangsa lain di bidang
perdagangan Mekkah. Peredaran dagang mereka itu sempat dikisahkan dalam
Al-Qur’an surat Quraisy.
É#»n=\} C·÷tè%
ÇÊÈ
öNÎgÏÿ»s9¾Î) s's#ômÍ Ïä!$tGÏe±9$#
É#ø¢Á9$#ur ÇËÈ (#rßç6÷èuù=sù ¡>u #x»yd ÏMøt7ø9$# ÇÌÈ üÏ%©!$#
OßgyJyèôÛr& `ÏiB 8íqã_ NßgoYtB#uäur
ô`ÏiB ¤$öqyz ÇÍÈ
Artinya: Karena
kebiasaan orang-orang Quraisy. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim
dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini
(Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar
dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Mereka mempunyai arti
penting dalam kehidupan bangsa Arab. Mereka mengabdikan peristiwa-peristiwa
dalam syair yang diperlombakan tiap tahun di pasar seni Ukaz. Majinnah dan Zu
Mjaz. Bagi yang memiliki syair yang bagus, maka ia akan diberi hadiah, dan
mendapati kehormatan bagi suku atau kabilahnya serta syairnya digantungkan di
Ka’bah yang dinamakan al-mu’allaq as-sabah.
BAB III
P E N U T
U P
Kesimpulan
Haruslah kita ketahui walaupun agak
sedikit keadaan bangsa Arab sebelum datang agama Islam karena bangsa Arablah
bangsa yang mula-mula menerima agama Islam.
Sebelum datang Islam mereka mempunyai
berbagai macam agama, adat istiadat, akhlak dan peraturan-peraturan hidup.
Agama baru ini pun datang membawa akhlak hukum-hukum dan peraturan baru.
Demikian makalah ini kami buat, agar
menjadi bahan pelajaran kita. Tetapi kami menyadari dalam pembuatan makalah ini
banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu masukan-masukan dan
kritik kami harapkan dari saudara-saudara sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan Ibrahim, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang, 1989.
Hitti, Philip K, Dunia
Arab; Sejarah Ringkas, (pent) Ushuluddin Hutagalung, Bandung,
Cet.VII, t.th.
Lewis, Bernard, Bangsa
Arab Dalam Lintasan Sejarah, Pedoman Ilmu, 1988.
Peretz, Don, The Middle East Today, New York, Praeger, 1983.
Ali Mufrodi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, Jilid III, Jakarta, Pustaka Al-Husna, 1983.
Syailabi, Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Jakarta, Jayamurni, t.th.
[1] Koentjaraningrat, Pengantar
Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1974), h. 76-77
[2] Ibid.
[4] Koentjaraningrat, Op.Cit.,
h. 76-77. Ras yang lain ialah Mongoloid, Negroid dan ras-ras khusus.
Caucasoid meliputi Nordic, Alpine, Mediteranian dan Indic.
[5] Philip K. Hitti, Dunia Arab: Sejarah
Ringkas, (pent) Ushuluddin Hutagalung, (Bandung: Sumur Bandung, tth), h.
13-14.
[6] Hassan Ibrhaim Hassan, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989). h. 15
No comments:
Post a Comment