Sunday, January 15, 2012

Kebudayaan Bangsa Arab Saudi


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Asal Mula Kawasan Budaya Arab
Kawasan budaya Arab pertama kali ialah wilayah yang meliputi Jazirah Arabia, ketika Islam datang dan menyebar ke wilayah sekitarnya, maka terislamkanlah wilayah sekitar tersebut dan terarabkan sebagai konsekuensi logis dari Islam yang dibawa oleh bangsa Arab. Dengan demikian jadilah Mesir dan Afrika Utara berbudaya Arab, demikian pula Irak yang dahulunya dalam pengaruh Persia dan Syria yang berkebudayaan Byzantium.[1]
Bila disebut kawasan kebudayaan Arab  maka paling tidak saat ini meliputi wilayah Timur Tengah, Bulan Sabit Subur, Teluk Persia, dan Afrika Utara. Sebelum membicarakan panjang lebar tentang wilayah tersebut haruslah diketaui terlebih dahulu apa yang disebut sebagai kawasan kebudayaan Arab dengan ciri-ciri khas yang membedakan wilayah yang lain.[2]
Budaya merupakan daya atau potensi dari cipta, karsa dan rasa manusia yang ada di kawasan tertentu. Dengan demikian, maka budaya Arab ialah potensi yang ada pada manusia yang akan mencipta dan berkehendak serta cara merasa yang didominasi nuansa Arab. Ciri-cirinya antara lain ialah penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar daam pergaulan hidup sehari-hari dan bahasa ilmiah sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Walau demikian bahasa ini akan dipengaruhi lokasi tempat tinggal yang berdiam warganya di suatu tempat itu dalam jangka lama sehingga membedakan antara bahasa Arab Saudi dengan Mesir atau Afrika Utara. Ciri yang lain ialah digunakannya bahasa Arab itu oleh mayoritas kaum muslimin, memang bahasa kitab mereka adalah bahasa Arab. Dalam hal ini mereka yang beragama selain Islam pun memakai bahasa Arab bila mereka berdiam di kawasan berbahasa Arab, seperti orang-orang Aran Lebanon yang beragama Kristen. Demikian pula kita yang berada di kawasan Nusantara, berbudaya Melayu bukan berbudaya Arab walau orang-orang melayu beragama Islam.
Dari segi fisik, mereka juga mempunyai ciri-ciri khusus. Orang-orang berasal dari kawasan kebudayaan arab mempunyai postur tubuh tegap, besar, tinggi, berambut keriting dan berhidung mancung. Kondisi geografis mereka juga membedakan dengan letak wilayah yang lain yang mempunyai ciri khas tertentu dengan segala tumbuhan atau binatang yang hidup di kawasan tersebut. Seperti lingkungan paang pasir yang luas, sedikit curah hujan, banyak gunung berbatu dan kandungan mineral yang hampir sama di wilayah tersebut, yang akhir-akhir ini banyak ditemukan cadangan minyak bumi yang melimpah.
B.    Proses Arabisasi
Kawasan berbudaya Arab sebelumnya terdiri dari banyak budaya dan etnis Barbar di Afrika Utara, Persia di Irak dan budaya Suryani di Syria. Pada saat tersebarnya Islam ke kawasan tersebut maka di samping mereka menjadi Islam juga menjadi berbudaya Arab karena Islam berbasis pada bahasa Arab sebagaimana terlihat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits Nabi Muhammad Saw. Kawasan Syam yakni Syria, Palestina, Yordania, sekarang ini menjadi Islam sejak masa Khulafaurrasyidin. Bahkan Irak yang berbudaya Pada saat itu telah pula diislamkan, demikian juga Mesir, sedangkan Afrika Utara diislamkan secara intensif di masa Daulah Bani Umayah, bahkan Islam berhasil melangkah ke Spanyol, dan terarabkanlah budaya di sana.
Di kawasan berkebudayaan Arab tersebut silih berganti berkuasa para raja, khalifah dan presiden di masa modern ini. Mereka itu mayoritas pada saat sekarang ini beragama Islam dan memakai bahasa Arab, serta masuk ke dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Mereka juga mayoritas menjadi negara pengekspor minyak, walau tidak semua negara itu masuk ke dalam organisasi pengekspor minyak (OPEC/Organization of Petroleum Eksporting Countries). Dalam abad ke dua puluh ini mereka juga menghadapi problem yang hampir sama, yakni melepaskan diri dari dominasi kekuasaan asing. Barat, dan menghadapi musuh bersama, yakni bercokolnya negara Yahudi Israel. 
C.    Kawasan Budaya Arab Modern
Timur Tengah, menurut Peretz adalah wilayah yang meliputi Turki, Iran, Israel, Lebanon, Irak, Yordania, Syria, Mesir, dan kerajaan-kerajaan yang ada di kawasan Teluk Persia.[3]
Kawasan budaya Arab terdiri dari Timur Tengah dan Afrika Utara, meliputi Maroko, Aljazair, Tunisia dan Lybia. Walaupun Mesir terletak di Afrika Utara tetapi sejak dahulu negeri Lembah Nil itu tidak mau dimasukkan ke wilayah Afrika Utara, karena mempunyai perkembangan budaya dan peradabannya sendiri sejak zaman Fir’aun, jauh sebelum permulaan abad Masehi.




BAB II
ASPEK-ASPEK KEBUDAYAAN BANGSA ARAB 
A.     Asal Usul Bangsa Arab
 Bangsa Arab mempunyai akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau rumpun bangsa Caucasoid, dalam sub ras Mediteranean yang anggotanya meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabia dan Irania.[4]
Bangsa Arab hidup berpindah-pindah, karena tanahnya terdiri dari gurun pasir yang kering dan sangat sedikit sekali turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat yang lain itu mengikuti tumbuhnya stepa atau padang rumput yang tumbuh secara sporadis di tanah Arab sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan. Padang rumput diperlukan oleh bangsa Arab yang disebut juga bangsa Badawi, Badawah, Badui, guna mengembalakan ternak mereka yang berupa domba dan unta serta kuda, sebagai binatang unggulannya.
Mereka mendiami wilayah jazirah Arabia yang dahulu merupakan sambungan dari wilayah gurun yang membentang dari Barat, Sahara di Afrika hingga ke Timur melintasi Asia, Iran Tengah dan Gurun Gobi di Cina. Wilayah itu sangat kering dan panas karena uap air laut yang ada di sekitarnya (Laut Merah, Lautan Hindia dan Laut Arab) tidak memenuhi kebutuhan untuk mendinginkan daratan luas yang berbatu itu. Penduduk Arab tinggal di kemah-kemah dan hidup berburu untuk mencari nafkah, bukan bertani dan berdagang yang tidak diyakini sebagai kehormatan bagi mereka, memang negeri itu susah untuk ditanami.[5]
Bangsa Arab terdiri dari berbagai suku bangsa yang tersebar di seluruh Jazirah Arabia. Mereka kebanyakan mendiami wilayah pinggiran Jazirah, dan sedikit yang tinggal di pedalaman. Pada masa dahulu tanah Arab itu dapat dibagi menjadi tiga bagian.
1.      Arab Petrix atau Petraea, yakni wilayah yang terletak di sebelah Barat Daya Gurun Syria, dengan Petra sebagai pusatnya.
2.      Arab Diserta atau Gurun Syria, yang kemudian dipakai untuk menyebut seluruh Jazirah Arab karena tanahnya tidak subur.
3.      Arab Felix, wilayah hijau (Green Land) atau wilayah yang berbahagia (Happy Land), yakni wilayah Yaman yang memiliki kebudayaan maju dengan kerajaan Saba’ dan Ma’in.[6]
Bangsa Arab itu dibagi kepada dua, yakni Qahtan dan Adnan. Qahtan semula berdiam di Yaman, namun setelah hancurnya bendungan Ma’rib sekitar tahun 120 SM, mereka berimigrasi ke Utara dan mendirikan kerajaan Hirah dan Gassan. Sedangkan Adnan adalah keturunan Ismail Ibn Ibrahim yang banyak mendiami Arabia dan Hijaz.[7]
Bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan, di antaranya ialah Saba’, Ma’in dan Qutban serta Himyar, semuanya di Yaman. Di Utara Jazirah berdiri kerajaan Hirah (Manadirah) dan Gassan (Gassasinah). Hijaz menunjukkan wilayah yang tetap merdeka sejak dahulu karena miskin daerahnya, namun terdapat tempat suci, yakni Mekkah yang di dalamnya berdiri Ka’bah sebagai pusat beribadah sejak dahulu, di samping itu ada sumur Zamzam yang ada sejak Nabi Ismail. Di kawasan itu juga terdapat Yasrib yang merupakan daerah subur sejak dahulu.
Mekkah selalu ramai didatangi oleh para peziarah haji pada bulan-bulan haji. Sudah ada pengaturan kekuasaan di Mekkah sejak dahulu. Suku Amaliqah adalah yang paling berkuasa di sana sebelum lahirnya Ismail. Kemudian datang suku Jurhum ke Mekkah dan datang menggeser kedudukan Amaliqah. Ketika Jurhum berkuasa itu lahirlah Ismail lalu kawin dengan anggota suku tersebut. Cukup lama Jurhum menguasai Mekkah, yang nantinya oleh suku Khuza’ah pada tahun 207 SM. Di bawah pimpinan Qusai. Ialah yang mengatur urusan yang berkenaan dengan Ka’bah. Ia meninggal dunia tahun 480 M. dan diganti oleh kakaknya, Abdul Dar. Tetapi sepeninggal Abdul Dar terjadi perselisihan antara cucu-cucu Qusai dan anak-anak saudaranya, Abdul Manaf. Mengenai sipakah yang berhak mewarisi kekuasaan atas Mekkah.
Pertentangan itu diselesaikan dengan membagi kekuasaan, yakni pengaturan air dan pajak atas Mekkah diserahkan kepada Abdus Syam, penjagaan Ka’bah diserahkan kepada cucu-cucu Abdul Dar. Sedangkan Abdus Syam menyerahkan lagi urusannya kepada saudaranya yang bernama Hasyim. Tetapi anak Abdus Syam Umaiyah, berlaku sombong memusuhi pamannya sendiri Hasyim. Urusan-urusan itu akhirnya dipegang oleh anak Hasyim, Abdul Mutalib, kakek Nabi Muhammad Saw. Ia merupakan orang yang terhormat, bijaksana, dalam memegang tampuk pemerintahan atas Mekkah sehingga dapat bertahan sampai 59 tahun memerintah kota itu. Ia mempunyai banyak anak dan diantaranya anak-anaknya itu ialah Abdullah, ayah Muhammad Saw.[8]
B.    Agama Bangsa Arab.
Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam, antara lain yang terkenal adalah penyembahan terhadap berhala atau paganisme. Menurut Syalabi penyembahan berhala itu pada mulanya ialah ketika orang-orang Arab pergi keluar kota Mekkah mereka selalu membawa batu yang diambil dari sekitar Ka’bah. Mereka mensucikan batu itu dan menyembahnya di mana mereka berada. Lama-lama dibuatlah patung yang disembah dan mereka berkeliling mengitarinya (tawaf) dan di saat-saat tertentu mereka masih mengunjungi Ka’bah. Kemudian mereka memindahkan patung-patung mereka di sekitar Ka’bah yang jumlahnya mencapai 360 buah. Di samping itu ada patung-patung besar yang yang ada di luar Mekah. Yang terkenal ialah Manah/Manata di dekat Yasrib atau Madinah, al-Latta di Taif, menurut riwayat yang tersebut terakhir adalah yang tertua, dan al-Uzza di Hijaz. Hubal ialah patung yang terbesar yang terbuat dari batu akik yang berbentuk manusia yang diletakkan dalam Ka’bah. Mereka percaya bahwa menyembah berhala-berhala itu bukan menyembah kepada wujud berhala itu tertapi hal tersebut dimaksudkan sebagai perantara untuk menyembah Tuhan. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an:
$tB öNèdßç6÷ètR žwÎ) !$tRqç/Ìhs)ãÏ9 n<Î) «!$# #s"ø9ã
Artinya: Kami tidak menyembah kepada mereka, tetapi hanya agar mereka mendekatkan diri kepada Tuhan sedekat-dekatnya” (Az-Zumar : 3)
Namun demikian, di kalangan bangsa Arab masih ada yang tidak suka menyembah berhala, di antara mereka ialah Waraqah ibn Naufal dan Usman bin Huwairis yang menganut agama Masehi. Abdullah ibn Jahsu yang ragu-ragu, ketika Islam datang ia menganutnya tetapi kemudian ia menganut agama Masehi. Zaid bin Umar tidak tertarik kepada agama masehi, tetapi juga enggan menyembah berhala sehingga ia mendirikan agama sendiri dengan menjauhi berhala dan tidak mau memakan bangkai dan darah. Umaiyah ibn Abi as-Salt dan Quss ibn Sa’idah al-Iyadi juga berbuat demikian.
Agama Masehi dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran dan Syam. Sedangkan agama Yahudi dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Yasrib yang besar jumlahnya. Di samping itu ada pula yang memeluk agama Majusi (mazdaisme), agama orang-orang Persia. Para penganut agama Masehi itu saling berselisih satu sama lain, seperti tentang kesucian Maryam apakah ia lebih utama dari anaknya, Isa Al-Masih atau anaknya lebih utama dari ibunya. Mereka terpecah-pecah menjadi banyak sekte. Terhadap perselisihan itu kaum Yahudi tidak melerainya, bahkan mereka tidak menyukai kaum Masehi itu karena mereka telah mengusirnya dari negeri Palestina. Tetapi hubungan kaum Yahudi dengan bangsa Arab yang menyembah berhala itu justru menunjukkan kebaikan. Orang-orang Arab tidak mau mengikuti agama-agama yang saling berselisih itu, cukuplah puas mereka dengan paganisme yang dianutnya.
Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang lahirnya Muhammad Saw yang membawa Islam di tengah-tengah mereka yang paganisme itu. masa itu bisanya disebut dengan zaman jahiliyah. Masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal yang terakhir seperti ekonomi bperdagangan dan sastra. Dalam dua hal terakhir itu bangsa Arab telah mencapai perkembangan yang pesat. Mekkah bukan saja merupakan pusat perdagangan lokal akan tetapi ia adalah jalur perdagangan dunia yang penting saat itu, yang menghubungkan antara utara Syam, dan selatan Yaman, antara timur Persia, dan barat Abesinia dan Mesir. Keberhasilan Mekkah menjadi pusat perdagangan internasional itu adalah karena kejelian Hasyim sekitar abad keenam masehi dalam mengisi kekosongan peranan bangsa lain di bidang perdagangan Mekkah. Peredaran dagang mereka itu sempat dikisahkan dalam Al-Qur’an surat Quraisy.
Én\} C·÷ƒtè% ÇÊÈ   öNÎgÏÿ»sÎ) s's#ômÍ Ïä!$tGÏe±9$# É#ø¢Á9$#ur ÇËÈ   (#rßç6÷èuù=sù ¡>u #x»yd ÏMøt7ø9$# ÇÌÈ   üÏ%©!$# OßgyJyèôÛr& `ÏiB 8íqã_ NßgoYtB#uäur ô`ÏiB ¤$öqyz ÇÍÈ   
Artinya: Karena kebiasaan orang-orang Quraisy. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Mereka mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa Arab. Mereka mengabdikan peristiwa-peristiwa dalam syair yang diperlombakan tiap tahun di pasar seni Ukaz. Majinnah dan Zu Mjaz. Bagi yang memiliki syair yang bagus, maka ia akan diberi hadiah, dan mendapati kehormatan bagi suku atau kabilahnya serta syairnya digantungkan di Ka’bah yang dinamakan al-mu’allaq as-sabah.

BAB III
P E N U T U P

Kesimpulan
Haruslah kita ketahui walaupun agak sedikit keadaan bangsa Arab sebelum datang agama Islam karena bangsa Arablah bangsa yang mula-mula menerima agama Islam.
Sebelum datang Islam mereka mempunyai berbagai macam agama, adat istiadat, akhlak dan peraturan-peraturan hidup. Agama baru ini pun datang membawa akhlak hukum-hukum dan peraturan baru.
Demikian makalah ini kami buat, agar menjadi bahan pelajaran kita. Tetapi kami menyadari dalam pembuatan makalah ini banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu masukan-masukan dan kritik kami harapkan dari saudara-saudara sekalian.



DAFTAR PUSTAKA
Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang, 1989.
Hitti, Philip K, Dunia Arab; Sejarah Ringkas, (pent) Ushuluddin Hutagalung,  Bandung, Cet.VII, t.th.
Lewis, Bernard, Bangsa Arab Dalam Lintasan Sejarah, Pedoman Ilmu, 1988.
Peretz, Don, The Middle East Today, New York, Praeger, 1983.
Ali Mufrodi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid III, Jakarta, Pustaka Al-Husna, 1983.
Syailabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta, Jayamurni, t.th.






[1] Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1974), h. 76-77
[2] Ibid.  
[3]. Don Peretz, The Middle East Today, (New York: Praeger, 1988) h. 3.

[4] Koentjaraningrat, Op.Cit., h. 76-77. Ras yang lain ialah Mongoloid, Negroid dan ras-ras khusus. Caucasoid meliputi Nordic, Alpine, Mediteranian dan Indic.
[5] Philip K. Hitti, Dunia Arab: Sejarah Ringkas, (pent) Ushuluddin Hutagalung, (Bandung: Sumur Bandung, tth), h. 13-14.

[6] Hassan Ibrhaim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989). h. 15
[7] Ibid., h. 17.

[8] Syailabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Jayamurni, t.th), h. 22-24.

No comments:

.